Rabu, 07 Januari 2015

Syekh KH. Muhammad Idris (Tosalama di Beluwu) Berkahnya Selalu diburu Peziarah



  

      
Teks Oleh : Saddam Husein (Wakil Ketua Umum RADIKAL Unasman)


 “mua’ landuro’o anna’ mallambi’o tau maroa’, pa’balui nasangi gollamu, dian tu’u dio doi’ di bate-bate nasamboi talimbangan (jika engkau melihat orang ramai sementara menumbuk, juallah semua gulamu, ada uang diatas bate-bate  yang di tutupi kulit dari pohon tadu). 

Petunjuk tersebut diucapkan  seorang pak tua, memakai kopiah putih dengan sorban kuning yang dikenakan, memberi petunjuk kepada seorang penjual gula merah. Tanpa sempat mengucapkan sepatah kata, si penjual gula merah  melanjutkan perjalanan dibawah terpaan teriknya matahari yang cukup menyengat. 

Sesuai petunjuk  pak tua tersebut, si penjual gula merah, kemudian mendapati kerumunan orang banyak yang sedang menumbuk terigu. Tanpa berpikir panjang, dihampirinya kerumunan orang tadi, sembari menceritakan pertemuannya dengan sesosok pak tua. 

Kerumunan orang itu tampak heran dan tak begitu yakin karena orang tua yang diceritakan ternyata sudah lama meninggal. Mereka mengetahui siapa orang tua itu. Kemudian, si penjual gula merah kemudian mengecek uang yang tersimpan diatas atap sesuai petunjuk si pak tua tadi. Syahdan, orang-orang yang berada disitu kembali heran dan terkesima. 

Yang paling membuat heran, karena yang menemui si penjual gula merah dalam perjalanannya tadi, adalah: Syekh KH. Muhammad Idris. Waktu itu, dia telah wafat.   Ulama ini merupakan pembawa syiar Islam di daerah Luyo dan sekitarnya sebelum abad ke 12. Petilasan (makam) sang waliullah bisa kita jumpai di Desa Puccadi, Kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar.     
Cerita tentang perjumpaan si penjual gula merah dengan Syekh KH. Muhammad Idris adalah cerita turun-temurun yang menjadi keyakinan warga Desa Puccadi dan warga Kecamatan Luyo pada umumnya.Dari cerita itulah kemudian yang membuat Syekh KH. Muhammad Idris diberi gelar: Tosalama di Beluwu. Gelar yang diberikan warga Puccadi dan kecamatan Luyo kepadanya   
                                                                                                                                    “Cerita itu merupakan pepasang pole tomawuwetta ( pesan dari orang tua terdahulu) yang sudah turun-temurun dan kami sangat yakini,” ujar Hj. Andi Rasanah Patta Lolo, warga dusun Mambu Timur, Desa Luyo, Kecamatan Luyo, yang membenarkan cerita tersebut. Saat itu, RADIKAL bertandang di kediamannya, sabtu (14/11.)
Makam Syekh KH. Muhammad Idris ini memang biasa ramai didatangi para pengunjung. Ada dari Polewali, Majene, Tutar, bahkan dari Makassar. Mereka datang untuk ngalap berkah di makam.
Sakka Aco,  imam mesjid Puccadi, Kecamatan Luyo,  mengatakan, biasanya hari senin dan kamis peziarah itu banyak  yang berdatangan. “Biasanya dalam perhari itu kurang lebih 50 orang,”  tutur Sakka Aco, yang juga diamanahi untuk menjadi juru kunci makam.  

  Dari keterangan Sakka Aco, RADIKAL mendapatkan informasi tentang cerita seorang tentara berpangkat sersan yang berdomisili di Dusun Sila-sila, Desa Kurma, Kecamatan Mapilli. Tahun 1997,  tentara tersebut  ditugaskan di  timor timur (sekarang Timor Leste) yang berstatus sebagai daerah konflik. Sebelum berangkat, dia terlebih dahulu menyempatkan waktunya untuk berziarah di makam Syekh KH. Muhammad Idris. Dan selama bertugas di Timor Timur, ingatannya selalu tertuju kepada Syekh.KH. Muhammad Idris. Atas pertolongan Allah Swt, dia pun selamat hingga kembali kampung halamannya.

Pua Sunusi, warga Puccadi lainnya, yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan makam Syekh. KH. Muhammad Idris,  menceritakan bahwa pada tahun 1987 banjir bandang menerjang hampir seluruh pemukiman di kabupaten Polewali Mamasa. Tak terkecuali wilayah Puccadi’. Sungai Mapilli membanjiri wilayah perkampungan dan menghanyutkan rumah-rumah penduduk. Namun mengherankan bagi warga, karena makam Syekh KH. Muhammad Idris malah dalam kondisi seperti sedia kala. Kejadian tersebut semakin menambah keyakinan warga tentang keberkahan Syekh. KH. Muhammad Idris.    




1 komentar:

  1. Kak ini syekh muh Idris ada nggak peninggalannya berupa buku atau kitab???

    BalasHapus