Oleh : Marwah (Kordinator Litbang RADIKAL Unasman)
Polewali mandar merupakan daerah yang
kaya akan cerita kisah patriotik pemimpin
masa lalu. Banyak peristiwa sakral
pernah terjadi, yang kini sedikit-demi sedikit mulai dinapikan masyarakat yang
dikenal dunia luar memiliki panorama alam yang indah, berikut sejumput kearifan
lokal yang tak akan habis dikisahkan ke dalam lembaran-lembaran kertas.
Di
Kabupaten Polewali mandar, tepatnya di Kecamatan Luyo terdapat sebuah
perkampungan yang dikenal dengan
panorama alamnya yang asri, dan tempat dimana para penggiat batu permata
mencari bongkahan batu untuk ditempa
menjadi permata yang indah.
Perkampungan itu adalah Desa Tenggelang. Desa ini tidak hanya dikenal
dengan panorama dan batu permatanya. Disana pula, terdapat sekeping kisah
Mara’dia Baro-baro. Cerita turun temurun
yang dapat menjadi bahan referensi bagi para penggali cerita-cerita jaman
purbakala.
Maraqdia Baro-Baro, adalah sebutan yang cukup
sakral dan mistis, sehingga tak heran banyak hikmah yang terdapat dalam kisah nenek
moyang warga Tenggelang ini. Yang diketahui, Maraqdia Baro-Baro adalah seorang
raja gagah berani yang gencar melakukan perlawanan sengit saat digempur oleh
kerajaan Passokorang. Peristiwa itu
terjadi sebelum abad ke 12.
Tak diketahui siapa nama asli dari Maraqdia
Baro-Baro. Namun warga Tenggelang hanya menyebutnya dengan sebutan Maraqdia
Baro-Baro. Dia adalah sosok pemimpin yang sangat di cintai rakyatnya dengan
sifat dan karakter yang sangat diagungkan dan bijaksana, sehingga orang-orang
pada saat itu mangangkat dia menjadi Maraqdia.
Menurut Haeruddin, yang memiliki garis keturunan
dengan Maraqdia Baro-baro, konon sebelum
diangkat menjadi pemimpin, dia memiliki kebiasaan menaiki puncak bukit.
Perjalanan dari kaki bukit hingga ke puncak, dia lalui dengan menunggang kuda cempaga. Konon, ciri khasnya yang paling
mencolok, dia suka memakai sapu tangan dan pengikat di kepalanya. Sesampainya
di bukit, dia akan memandangi hamparan bukit, hingga ketika malam tiba sampai
terbit fajar.
Pengangkatannya menjadi Maraqdia sewaktu para
petuah adat melakukan pertemuan. Maraqdia Baro-baro kemudian diangkat dan
dikukuhkan dengan alasan memilki tutur kata yang lemah lembut, bijaksana serta dikenal sangat suka menolong
sesamanya.
Selain sikap welas asih layaknya seorang pemimpin,
Maraqdia Baro-baro juga memiliki postur tubuh yang ideal: tinggi, besar,
berkulit putih, memiliki cambang, jenggot serta leher yang bergaris (ma’gere
tallu barona).
Setelah
dirinya di angkat untuk memimpin daerah Tenggelang, seluruh rakyat kala itu
merasakan kehidupan yang damai dan sajehtara. Sehingga tak heran, beberapa
kerajaan-kerajaan lain iri terhadapnya.
Oleh karena itu banyak kerajaan-kerajaan
yang ingin masuk ke wilayahnya untuk ditaklukkan. Tetapi kecintaan terhadap
rakyat yang dipimpinnya, dia dengan sekuat tenaga mempertahankan daerahnya dari gempuran
kerajaan-kerajaan itu.
Salah satu kerajaan yang pernah menyerang
Baro-baro adalah kerajaan Passokorang. Kerajaan ini adalah sebuah kerajaan
besar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Tenggelang. Passokorang memiliki
armada perang besar yang bertolak belakang dengan kerajaan Balanipa.
“Pelajaran berharga yang bisa didapatkan dari
sepenggal kisah Mara’dia Baro-baro yaitu bagaimana kecintaan seorang pemimpin
terhadap rakyat yang dipimpinnya. Demi menghindari pertumpahan darah yang akan
mengorbankan seluruh rakyatnya, maka Mara’dia Baro-baro Ma’linrung (berpindah
tempat/alam),” ujar Nurdin salah satu warga Tenggelang, saat ditemui
dikediamannya di Desa Tenggelang, (6/11).
Dari keterangan Nurdin, kisah Mara’dia Baro-baro
yang memilih Ma’linrung untuk sementara
waktu dalam rangka menghindari pertumpahan darah justru terjadi untuk selama-lamanya.
Diceritakan pula, sebelum musuh kerajaan Passokkorang datang menyerang
wilayahnya, maka Mara’dia baro-baro menawarkan dua pilihan kepada pemangku
adat. “Apakah kita melawan mereka
ataukah kita mallinrung (menghilang
untuk sementara), karena tidak lama kerajaan-kerajaan itu akan memasuki wilayah
kita dan mengajak berperang,”. Ujar
Nurdin menirukan perkataan Maraqdia Baro-baro seperti yang dia dengar dari
cerita para orang tua di Tenggelang.
Akhirnya, pemangku adat menyepakati agar Maraqdia
Baro-baro bersama warga menghilang sementara waktu, sampai pasukan kerajaan
Passokkorang kembali ke daerahnya. Karena target utama pasukan kerajaan
Passokkorang adalah menaklukkan perlawanan Mara’dia Baro-baro yang memang kala
itu b sangat sulit ditaklukkan.
Salah satu tokoh pemuda Luyo, Hamsih Mariase, yang
banyak mengakrabi kisah Mara’dia Baro-baro, juga menuturkan bahwa konon sebelum
pasukan kerajaan lain memasuki wilayahnya, Mara’dia Baro-baro memilih
menghilang untuk sementara bersama keluarganya dan rakyat yang dipimpinnya.
Pilihan itu tiada lain karena rasa sayangnya yang tinggi agar tidak terjadi
pertumpahan darah.
“Mara’dia Baro-baro, tidak mau melihat ada
warganya yang meninggal akibat peperangan, karena rasa sayang itu, beliau
memerintahkan seorang perempuan yang sakti mandraguna. Dengan selendang kuning
si perempuan, ia memenuhi permintaan Mara’dia Baro-baro agar dihilangkan
sementara waktu bersama keluarga dan rakyatnya. Sewaktu perempuan sakti itu
mengayunkan selendangnya maka lenyaplah Mara’dia Baro-baro bersama keluarga,
warga, serta kuda cempaga yang biasa ditungganginya, ”ujar Hamsi Mariase,(13/11).
Ditambahkannya pula, dengan kejadian itu lawan yang telah memasuki
wilayah Tenggelang heran karena tidak
ada sama sekali penduduk yang terlihat. Kemudian peristiwa na’as terjadi,
perempuan sakti itu terbunuh,. Sebelum terbunuh, perempuan tadi belum sempat mengayunkan selendang untuk kedua
kalinya. Akhirnya, Mara’dia Baro-baro
bersama keluarga, dan rakyat yang ikut
bersamanya tak muncul seperti sedia kala.
Sampai
sekarang pun Mara’dia Baro-baro belum di
ketahui ke mana rimbanya. Hingga detik ini pun, tempat dimana Mara’dia
Baro-baro menghilang, warga tenggelang
hanya sering mendengar suara-suara ayam barkokok, serta suara hentakan kuda
yang berjalan namun tak terlihat secara kasat mata.
Dari keterangan warga di Kecamatan Luyo, seperti
yang dituturkan Saddan Husain, warga Desa Mambu, Kecamatan Luyo, bahwa cerita
turun temurun yang berkembang disana bahwa pernah ada salah satu warga di Desa
Tenggelang menunaikan ibadah haji di tanah Mekkah, Arab Saudi. Disana dia
berjumpa dengan sosok yang mengaku sebagai Maraqdia Baro-baro. Orang yang
menunaikan ibadah haji tadi diamanahi
pesan khusus untuk disampaikan kepada
warga yang ada di Tenggelang. “ apabila
ada warga yang sangat memiliki keinginan untuk menunaikan ibadah haji tetapi
belum mampu karena persoalan materi, cukup datang mengunjungi tempat dimana
Maraqdia Baro-baro menghilang. Atas izinTuhan,
hajatnya untuk menunaikan ibadah haji akan segera dimudahkan. Begitu
kepercayaan orang-orang di Tenggelang,” ujar Saddan kepada RADIKAL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar