Selasa, 06 Januari 2015

MUSTABI NASOUTY, ABDINYA DILUPAKAN





Teks Oleh : Mirnawati (Sekretaris Umum RADIKAL Unasman)

Rambut sudah memutih, sorotan mata  yang tajam, serta tubuh yang tak lagi tegak seperti dulu yang kekar dan kuat, karena kini telah termakan usia. 

Mustabi Nasouty atau yang lebih akrab di sapa Pak Mus lahir di kota Pare-Pare,  1922. Dulu bekerja sebagai arsitektur bangunan, juga seorang guru di masa penjajahan Belanda. 

Pak Mus berdomisili di Lingkungan 1 Batu Taka, Kecamatan Tapango, Kabupaten Polewali Mandar. Hidup di sebuah rumah berukuran kecil, dengan dinding papan dan kardus seadanya, tanpa listrik penerangan. Kehidupannya bisa dikatakan sangat kurang layak. 

Pak Mus yang dulu mengabdikan dirinya pada negara dan bangsa, kini tak lagi di lirik oleh Pemerintah baik kabupaten maupun provinsi. "Kami pernah di janji  biaya pembangunan rumah layak huni, pemasangan listrik gratis dan kursi roda pada tahun 2011, tapi sampai saat ini baru kursi roda yang kami terima dari bapak Drs. H. Anwar Adnan Saleh selaku Gubernur SulBar, itu pun tiga tahun setelah di janji baru ada," ungkap Dawiah Istri ke-17 Pak Mus.

Awal mula menjadi Arsitek bangunan atas inisiatif sendiri, karena melihat jembatan di Batu Taka sudah tidak layak pakai, maka Pak Mus dan beberapa orang temannya mulai membangun. Berawal dari situ Pak Mus sering di panggil oleh pemerintah untuk membangun beberapa bangunan di Sulawesi diantaranya SD Tumpiling tahun 1976, dermaga pantai Polewali, jembatan - jembatan yg ada di Kabupaten Mamuju, Kota Palu Sulawesi Tengah, dan Bone Sulawesi Selatan. Pak Mus pernah Kuliah di salah satu Universitas di Medan dan kursus Bahasa Inggris, Bahasa Belanda, dan Bahasa Jepang, serta ikut dalam akademi seni di Yogjakarta. 

"Saya pernah menjadi guru Bahasa Jepang di Mangkoso selama dua tahun dan beberapa organisasi di luar Sulawesi selama penjajahan Belanda, serta sempat berpose bersama dengan B.J Habibie," ujar Pak Mus  gagap, dengan intonasi yang kurang jelas akibat terserang strocke beberapa tahun lalu.

Gessa (70) warga Lingkungan Pelitakan, Kecamatan Tapango, menuturkan bahwa hampir seluruh warga yang ada di Pelitakan mengetahui perjuangan Pak Mus untuk mengabdi kepada bangsa dan negara. 

“iya, beliau itu adalah seorang pejuang yang banyak mengabdi kepada bangsa dan negara ini,” ujar Gessa singkat.

Tri Ilham (22), salah seorang pemuda kecamatan Tapango, berharap perhatian serius leading sector yang membidangi perhatian terhadap para pejuang yang berjasa terhadap bangsa dan negara,  baik pemerintah kabupaten baik pusat, provinsi, maupun kabupaten.

“ semoga pemerintah memperhatikan kehidupan pak Mus, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pejuang dan pahlawannya,” harap pemuda yang bekerja di kantor kelurahan Pelitakan ini.   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar