Teks Oleh : Mirnawati (Sekretaris Umum RADIKAL Unasman)
Rambut
sudah memutih, sorotan mata yang tajam,
serta tubuh yang tak lagi tegak seperti dulu yang kekar dan kuat, karena kini
telah termakan usia.
Mustabi
Nasouty atau yang lebih akrab di sapa Pak Mus lahir di kota Pare-Pare, 1922. Dulu bekerja sebagai arsitektur
bangunan, juga seorang guru di masa penjajahan Belanda.
Pak
Mus berdomisili di Lingkungan 1 Batu Taka, Kecamatan Tapango, Kabupaten
Polewali Mandar. Hidup di sebuah rumah berukuran kecil, dengan dinding papan
dan kardus seadanya, tanpa listrik penerangan. Kehidupannya bisa dikatakan sangat
kurang layak.
Pak
Mus yang dulu mengabdikan dirinya pada negara dan bangsa, kini tak lagi di
lirik oleh Pemerintah baik kabupaten maupun provinsi. "Kami pernah di
janji biaya pembangunan rumah layak
huni, pemasangan listrik gratis dan kursi roda pada tahun 2011, tapi sampai
saat ini baru kursi roda yang kami terima dari bapak Drs. H. Anwar Adnan Saleh
selaku Gubernur SulBar, itu pun tiga tahun setelah di janji baru ada,"
ungkap Dawiah Istri ke-17 Pak Mus.
Awal
mula menjadi Arsitek bangunan atas inisiatif sendiri, karena melihat jembatan
di Batu Taka sudah tidak layak pakai, maka Pak Mus dan beberapa orang temannya mulai
membangun. Berawal dari situ Pak Mus sering di panggil oleh pemerintah untuk
membangun beberapa bangunan di Sulawesi diantaranya SD Tumpiling tahun 1976,
dermaga pantai Polewali, jembatan - jembatan yg ada di Kabupaten Mamuju, Kota Palu
Sulawesi Tengah, dan Bone Sulawesi Selatan. Pak Mus pernah Kuliah di salah satu
Universitas di Medan dan kursus Bahasa Inggris, Bahasa Belanda, dan Bahasa
Jepang, serta ikut dalam akademi seni di Yogjakarta.
"Saya
pernah menjadi guru Bahasa Jepang di Mangkoso selama dua tahun dan beberapa
organisasi di luar Sulawesi selama penjajahan Belanda, serta sempat berpose
bersama dengan B.J Habibie," ujar Pak Mus gagap, dengan intonasi yang kurang jelas
akibat terserang strocke beberapa tahun lalu.
Gessa
(70) warga Lingkungan Pelitakan, Kecamatan Tapango, menuturkan bahwa hampir
seluruh warga yang ada di Pelitakan mengetahui perjuangan Pak Mus untuk
mengabdi kepada bangsa dan negara.
“iya,
beliau itu adalah seorang pejuang yang banyak mengabdi kepada bangsa dan negara
ini,” ujar Gessa singkat.
Tri
Ilham (22), salah seorang pemuda kecamatan Tapango, berharap perhatian serius
leading sector yang membidangi perhatian terhadap para pejuang yang berjasa
terhadap bangsa dan negara, baik
pemerintah kabupaten baik pusat, provinsi, maupun kabupaten.
“
semoga pemerintah memperhatikan kehidupan pak Mus, karena bangsa yang besar
adalah bangsa yang menghargai jasa para pejuang dan pahlawannya,” harap pemuda
yang bekerja di kantor kelurahan Pelitakan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar