Selasa, 06 Januari 2015

Muhammad Darwis Hamzah KETUA UMUM PARPOL YANG MENOLAK NYALEG Santri, Budayawan, Politisi , Pembela Rakyat



Teks Oleh : Jamaluddin (Kordinator Kajian dan Pelatihan RADIKAL Unasman)



 Rumah panggung sederhana, berdinding kayu, terletak di Kappung Katapang Lingkungan Masigi Kelurahan Wattang Kecamatan Polewali, tepat disamping kanan mesjid Ustman Bin Affan.  Pada waktu pagi hingga malam hari, rumah tersebut akan selalu ramai  dikunjungi orang. 

Pengunjung yang berdatangan, mulai dari warga di sekitaran Wattang, hingga yang berdatangan dari luar Kecamatan Polewali.  Para pengunjung sangat riang gembira dan begitu antusias mendatangi rumah itu.  Betapa tidak, sang pemilik rumah sangat berbaur dengan warga sekitar, ataupun para pengunjung yang selalu datang berkunjung untuk sekedar bersilaturrahim.
Cerita  rumah panggung yang selalu ramai dikunjungi orang itu adalah cerita dari rumah yang ditinggali almarhum Muhammad Darwis Hamzah, di pertengahan tahun 70-an silam bersama istri dan buah hatinya. Saat itu dia adalah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Polewali Mamasa. 

Hal  tersebut dituturkan  Sri Musdikawati, puteri dari Muhammad Darwis Hamzah, yang mendapati langsung situasi rumahnya, saat diminta berbagi cerita tentang sosok ayahnya  di kediamannya, di Jl. BTN Marwah, Pekkabata, kamis (30/10).
Dari cerita Sri Musdikawati,   ingatannya masih mengingat persis dengan kondisi dan situasi rumah saat ayahnya masih menjadi ketua PPP dulu. “Saya masih ingat, saat jelang pelaksanaan kampanye PPP, warga berbondong-bondong mendatangi rumah kami, dengan membawa hasil bumi seperti beras, pisang, minyak goreng, dan segala kebutuhan untuk kampanye atau kegiatan partai lainnya, padahal ayah sama sekali tak pernah memintanya, warga sendiri yang bergotong royong,” kenang dosen Universitas Al-Asyariah Mandar ini.
Tak jauh berbeda dengan cerita Sri Musdikawati, Azikin Noer juga sempat mendapati sosok Muhammad Darwis Hamzah, aktivis senior yang lama berkecimpung di dunia LSM ini bertutur bahwa sosok pemimpin sejati sangat susah didapati saat sekarang. “ beliau itu banyak berjasa kepada bangsa dan negara. Mencari sosok pemimpin yang seperti itu sangat susah, salah satu ciri khasnya adalah konsistensiya dalam  memperjuangkan kepentingan orang banyak, dan mengorbankan kepentingan pribadi dan keluarganya,” ujar pria yang akrab disapa bang Kikin oleh rekan-rekannya sesama aktivis.  

                ” Puturi (almarhumah), istri dari pak Darwis Hamzah, yang saat itu berprofesi sebagai guru,  rela kehilangan pekerjaannya karena suaminya berseberangan dengan pemerintahan Presiden Soeharto. Karena partai PPP yang diketuai suaminya dianggap berseberangan dengan partai Golkar yang menjadi partai penguasa dibawah kendali Soeharto,” ujar Muslim, tetangga dekat rumah Muhammad Darwis Hamzah yang banyak mendapat cerita dari ayahnya almarhum mantri Sunar yang cukup bersahabat dengan santri, budayawan, politisi pembela rakyat ini. 

Muslim menambahkan, bahwa sosok Muhammad Darwis Hamzah adalah sosok politisi yang konsisten dan komitmen dengan kehendak yang ada dalam lubuk hatinya. Dalam beberapa tahun dia sama sekali tak pernah mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg) atau jabatan lain di eksekutif hingga akhir hayatnya.  “Tidak ada ketua partai seperti pak Darwis Hamzah, selain dikenal intelektual juga dikenal pekerja keras. Dia disegani baik kawan maupun rival politiknya. Dia sangat pandai mengelola mesin partai secara mandiri,” tutur Muslim yang juga pegawai di kantor Kesbanglinmas Polman. 

                Dari penelusuran RADIKAL yang diramu dari berbagai sumber, diketahui bahwa Muhammad Darwis Hamzah dilahirkan  pada tanggal 12  desember 1939. Dia menjabat ketua Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) pada tahun 70-an.
Setelah terjadi “Fusi Partai”, yakni kebijakan pemerintahan Soeharto, yang merampingkan parpol kedalam tiga partai, yaitu partai berbasis Islam dilebur ke PPP, partai berhaluan nasionalis dilebur ke PDI, dan partai Golkar sebagai partai yang dibekingi penguasa orde baru. Dari situlah PSII dilebur kedalam PPP. Sehingga Muhammad Darwis Hamzah pun diserahi amanah menjadi ketua partai PPP di Polewali Mamasa kala itu.  

Selain menjadi politisi, dia juga pernah menjadi ketua Badan Pertimbangan Pendidikan (Bapendik) yang menggagas Musyawarah Pendidikan (Musdik) yang selanjutnya melahirkan beberapa sekolah, diantaranya: Sekolah Pendidikan Guru (SPG) sekarang menjadi SMK N 3 Polewali. Ada juga sekolah pembangunan pertanian  yang sekarang menjadi SMK Pertanian, serta SMP N 2 Polewali.
Muhammad Darwis Hamzah memang selalu dikerumuni orang banyak. Pribadinya   dikenal bersahaja, santun, diakrabi sebagai guru sekaligus santri  yang selalu memperjuangkan nilai-nilai islam  yang toleran dan damai. Bersahabat dengan sejumlah tokoh nasional sebut saja: Adi Sasono. Dia juga merupakan tokoh Mandar satu-satunya yang tulisannya dimuat di majalah PRISMA terbitan ibukota dan media nasional lainnya. Dia juga dikenal sangat bersahabat dengan almarhum Husni Djamaluddin, penyair nasional kelahiran Tinambung Polman.
Warga Desa Lemo, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar, tak mampu melupakan jasa-jasa almarhum yang dikenal gigih dalam memperjuangkan penderitaan rakyat. Dengan niat tulus pembelaannya kepada rakyat, dia membebaskan tanah warga Desa Lemo agar tidak digusur. Waktu itu tahun 1967, tanah perkampungan warga Desa Lemo akan dijadikan  Home Base TNI.  TNI saat itu dikenal menjadi penopang kekuasaan rezim Soeharto. 

                Salah satu tokoh masyarakat Desa Lemo, H. Cammana’, dia menuturkan bahwa memori 1967 adalah masa yang tak bisa dilupakan warga Lemo. Waktu itu perkampungan di Lemo belum defenitif menjadi Desa. “tanah itu luasnya kurang lebih 80 hektar, Pak Darwis Hamzah bersama warga jumlahnya kalau tidak salah, 100 orang, berhasil mempertahankan tanah itu dari penggusuran untuk pembangunan home base TNI,” kenang H. Cammana, saat diwawancarai RADIKAL, Senin (4/12). 

Mustafa Jumari, warga Desa Lemo lainnya menuturkan, waktu itu warga bersatu mempertahankan tanah agar tidak diambil alih oleh tentara. “batas tanah yang kami pertahankan dulu bersama almarhum pak Darwis, mulai dari pinggiran sungai yang disebelah timur sampai di pinggiran sungai yang disebelah barat,” ujar Mustafa Jumari rekan seperjuangan Muhammad Darwis Hamzah. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar