Minggu, 28 September 2014

SEDEKAH LEWAT TULISAN

Laporan:  Muhammad Arif



Jika biasanya pemuda satu ini mengajar di ruang kelas, Abdul Muttalib, penulis dan tenaga pengajar di Universitas Al-Asyariah Mandar (Unasman) ini berbagi ilmu di bawah rindangnya pohon dan desiran angin yang menyejukkan. Bak seorang dosen yang berdiskusi dengan mahasiswanya, pria kelahiran Tinambung, 31 tahun silam, itu dengan begitu santai menjelaskan tentang pentingnya menulis. Semua tergambar saat Redaksi UKM Pers Radikal Unasman meminjam waktu di tengah kesibukannya sebagai dosen, di pelataran kampus Unasman, minggu, (14/09).

"Menulis itu penting, selain menuangkan gagasan, itu juga menjadi sedekah yang diperuntukkan bagi pembaca yang membaca tulisan kita. " ujar Abdul Muttalib mengutip pendapat Habib Luthfi, tokoh besar Nahdlatul Ulama, tentang pentingnya menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan.

Penjelasannya terbilang sederhana tapi sangat gampang dipahami. Menurut pria yang akrab disapa Talib ini, menjadi penulis membutuhkan kesabaran dan keuletan. Seseorang jika ingin menjadi penulis hebat, minimal orang itu mesti rela menghibahkan waktunya selama dua jam dalam seharinya untuk menuliskan ide yang ada dalam kepalanya.

Tulisan, ujar Talib, akan memperhinakan atau membela sang penulis di hadapan Tuhan di hari kemudian kelak. Tiap diksi, kalimat, paragraf menjadi saksi. Sehingga jika ingin menulis, niat harus diperbaiki agar tulisan kelak bisa berberkah bagi siapa saja yang membacanya.
Sekitar 90 menit Talib menjelaskan teori tentang penulisan kreatif sembari menceritakan suka dukanya saat memilih untuk terjun dalam dunia kepenulisan. Hal yang paling mengharukan saat ia dan sejumlah kru UKM Pers Radikal Unasman pada periode kepengurusannya tahun 2008, merintis media kampus tersebut untuk terbitan perdana.

"kami sampai sakit-sakitan, tapi demi terbitnya media Radikal ini, semua kita lewati hingga akhirnya terbitlah edisi perdana, " kenang Talib menyemangati para Kru Radikal agar pantang menyerah dalam mengelola media yang dirintisnya saat dulu masih berstatus mahasiswa Unasman.

Siang itu, selain diskusi tentang tulis menulis. Para kru Radikal juga menghibur diri dengan menyanyikan lagu bernuansa balada yang bertemakan gerakan mahasiswa. Dengan peralatan seadanya yaitu gitar akustik dan jimbe (gendang) kemudian menjadi pengiring lagu-lagu yang dinyanyikan seperti; budaya pembebasan, tidur jangan dan Jogjakarta. (ar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar